15.07.2025
Waktu membaca: 3 min

Kemenangan Bersejarah Jannik Sinner di Wimbledon Ternoda Isu Doping Lama

Kemenangan Bersejarah Jannik Sinner di Wimbledon Ternoda Isu Doping Lama

Kemenangan bersejarah Jannik Sinner di Wimbledon 2025 memicu kontroversi setelah seorang veteran tenis mempertanyakan legitimasi kesuksesannya, memantik kembali perdebatan seputar kasus doping yang sempat menyeret namanya pada tahun lalu.

Petenis berusia 22 tahun itu meraih gelar Wimbledon pertamanya dengan penampilan spektakuler, menaklukkan Carlos Alcaraz yang merupakan peringkat satu dunia dalam laga final lima set yang menegangkan. Kemenangan ini menjadi gelar Grand Slam keduanya tahun ini, setelah sebelumnya menjuarai Australian Open, sekaligus memperkuat posisinya sebagai salah satu kekuatan baru di dunia tenis putra.

Namun, euforia tersebut ternodai oleh pernyataan mantan bintang ATP yang kini menjadi komentator vokal, Yannick Noah, yang mengungkapkan keraguan terhadap status medis Sinner di masa lalu. Ia merujuk pada izin medis khusus yang pernah diterima Sinner, yang sempat menjadi sorotan dalam pemantauan anti-doping tahun 2023.

Tuduhan doping kembali mencuat

Dalam wawancara dengan media Prancis, Noah memang tidak secara langsung menuduh Sinner melakukan pelanggaran, namun mempertanyakan transparansi seputar pemberian dan proses klarifikasi Therapeutic Use Exemption (TUE) tersebut.

“Kita butuh jawaban yang lebih jelas. Ini menyangkut kepercayaan terhadap integritas olahraga,” ujarnya, yang kemudian memicu reaksi beragam dari komunitas tenis dunia dan media sosial.

Pada 2023, Sinner diketahui menerima TUE untuk pengobatan yang diresepkan saat jeda musim. Badan Integritas Tenis Internasional (ITIA) memastikan bahwa izin tersebut sesuai prosedur dan tidak ditemukan pelanggaran.

Meski telah dinyatakan bebas dari pelanggaran, komentar Noah yang muncul hanya beberapa hari setelah Sinner mengangkat trofi Wimbledon kembali memanaskan isu yang sebelumnya telah dianggap selesai.

Respons dari ATP dan ITIA

Menanggapi spekulasi yang mencuat, ATP dan ITIA segera mengeluarkan pernyataan bersama. Dalam pernyataan tersebut, mereka menegaskan bahwa:

“Jannik Sinner tidak pernah gagal dalam tes doping dan tidak pernah menjadi subjek investigasi pelanggaran anti-doping.”

Mereka juga menambahkan bahwa:

“Mengangkat kembali isu yang telah diselesaikan hanya berdasarkan spekulasi justru merusak reputasi atlet dan integritas sistem pengawasan itu sendiri.”

Sinner belum memberikan pernyataan langsung terkait komentar tersebut. Namun, timnya merilis pernyataan singkat yang menegaskan komitmennya terhadap olahraga bersih dan kerja sama penuh dengan semua lembaga pengawas.

Bintang muda dalam sorotan

Kontroversi ini muncul di saat krusial dalam karier Sinner. Sejak naik ke peringkat satu dunia awal tahun ini, ia menunjukkan kematangan dan ketenangan yang luar biasa untuk usianya. Kemenangannya atas Alcaraz—yang kerap disebut sebagai rival masa depan tenis—menjadi bukti ketahanan mental dan kualitas teknik kelas dunia.

Performa Sinner banyak dipuji oleh pengamat, terutama peningkatan signifikan dalam servis dan permainan di net yang menjadi senjata utamanya di All England Club.

Namun di tengah pujian, sebagian pihak mengkhawatirkan dampak jangka panjang dari isu ini terhadap citra olahraga tenis.

“Berbahaya jika spekulasi justru menutupi pencapaian,” ujar mantan petenis nomor satu Inggris, Tim Henman, kepada BBC Sport.
“Kecuali ada bukti yang jelas, seharusnya kita merayakan tenis luar biasa yang sedang dimainkan.”

Menatap ke depan

Dengan US Open yang tinggal beberapa pekan lagi, sorotan terhadap Sinner belum akan mereda. Entah ia akan menjawab isu tersebut secara langsung atau memilih membuktikan di lapangan, satu hal yang pasti: perdebatan kini tak hanya soal pukulan backhand-nya.

Seiring berjalannya diskusi, dunia tenis kembali menghadapi dilema antara merayakan prestasi dan menjaga integritas—sebuah ketegangan abadi dalam dunia olahraga elite.