23.06.2025
Reading time: 3 min

Gugatan PTPA Terhadap Pemotongan Bayaran Pemain Picu Pergeseran Kuasa di Dunia Tenis

Gugatan PTPA Terhadap Pemotongan Bayaran Pemain Picu Pergeseran Kuasa di Dunia Tenis

Asosiasi Pemain Tenis Profesional (PTPA), yang didirikan bersama oleh Novak Djokovic dan Vasek Pospisil, telah mengajukan gugatan antitrust di Amerika Serikat, Inggris, dan Uni Eropa terhadap ATP, WTA, ITF, dan ITIA. PTPA menuduh badan-badan pengatur tersebut beroperasi layaknya “kartel” yang membatasi persaingan, menekan pendapatan pemain, dan memberlakukan batasan hadiah uang yang tidak adil — dengan klaim bahwa para pemain hanya menerima kurang dari 20% dari total pendapatan tur, jauh lebih rendah dibanding liga seperti NBA dan NFL yang memberikan sekitar 50% kepada atletnya (The Guardian).

Langkah Hukum yang Mengejutkan

Gugatan setebal 163 halaman ini diajukan pada 18 Maret di New York, bersamaan dengan pengajuan serupa di Brussels dan London. Dalam dokumen tersebut, PTPA menyatakan bahwa struktur pengelolaan tenis secara sistematis telah “menekan upah, menghalangi lahirnya turnamen alternatif, dan mengabaikan kesejahteraan pemain,” termasuk pelanggaran terhadap privasi, hak atas nama dan citra, serta perlindungan data pribadi (Associated Press).

Direktur Eksekutif PTPA, Ahmad Nassar, menyatakan dalam siaran pers:

“Tenis sedang rusak… Para pemain terperangkap dalam sistem yang tidak adil, dieksploitasi kemampuannya, ditekan penghasilannya, dan dikorbankan kesehatannya.” (Pernyataan resmi PTPA).

Jika gugatan ini berhasil, maka dapat membuka jalan bagi model distribusi pendapatan yang lebih adil — khususnya bagi para pemain peringkat bawah yang selama ini berjuang menutup biaya perjalanan, hadiah uang yang terbatas, dan pendapatan yang tidak konsisten (The Times).

Reaksi dari Badan Pengatur

ATP dan WTA telah mengajukan mosi untuk membatalkan gugatan tersebut. Mereka menyatakan bahwa PTPA tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) dan menyoroti peningkatan signifikan dalam kompensasi pemain dalam beberapa tahun terakhir — sekitar USD 70 juta di ATP Tour dan USD 400 juta oleh WTA (Reuters).

Seorang juru bicara WTA mengatakan kepada The Guardian:

“WTA tetap berkomitmen untuk meningkatkan peluang dan kompensasi bagi semua pemain, sembari mempertahankan struktur kolaboratif yang telah mendukung pertumbuhan tenis putri secara global.”

ATP juga mengeluarkan pernyataan serupa, menegaskan kembali komitmennya untuk meningkatkan hadiah uang dan memperluas jumlah turnamen. Kedua organisasi tersebut juga menekankan bahwa para pemain terikat oleh klausul arbitrase dalam perjanjian yang ada saat ini — yang bisa menjadi hambatan hukum dalam proses litigasi yang sedang diajukan oleh PTPA.

Apa yang Dipertaruhkan

Para analis hukum menilai gugatan ini sebagai tantangan paling serius terhadap struktur pengelolaan tenis dalam beberapa dekade terakhir. PTPA mengupayakan pengadilan juri, ganti rugi finansial, larangan terhadap praktik-praktik yang dianggap antipersaingan, serta reformasi menyeluruh terhadap sistem kepemimpinan dan pembagian pendapatan dalam dunia tenis (New York Times).

Jika gugatan ini dimenangkan, hal itu bisa menjadi titik balik bagi hak-hak pemain — mengalihkan kekuasaan dari lembaga pengatur lama ke tangan para atlet, serta memaksa olahraga ini untuk menghadapi persoalan lama seputar keadilan finansial dan transparansi secara lebih serius.