31.05.2025
Reading time: 3 min

Laga Dua Filosofi: Serangan PSG vs Ketangguhan Inter

Lorina Sofi
Lorina Sofi
Laga Dua Filosofi: Serangan PSG vs Ketangguhan Inter

MUNICH – Malam yang akan tercatat dalam sejarah. Final Liga Champions musim 2024/2025 bukan sekadar pertandingan sepak bola. Ini adalah pertarungan dua dunia, dua filosofi, dua takdir yang ditulis dengan tinta ambisi dan pengorbanan. Paris Saint-Germain dan Inter Milan bersiap melangkah ke panggung terakhir di Allianz Arena, tempat segalanya akan ditentukan — bukan hanya siapa yang lebih baik, tapi siapa yang lebih siap mengukir legenda.

Paris Saint-Germain datang dengan misi suci: menebus sejarah dan menghapus kutukan masa lalu. Mereka menyingkirkan Arsenal di semifinal dengan dominasi yang tak terbantahkan, agregat 3-1. Musim ini, PSG adalah simbol superioritas di Prancis — menggenggam gelar Ligue 1 dan Piala Prancis. Namun, yang mereka dambakan adalah kejayaan Eropa. Dan kini, mereka hanya tinggal satu laga lagi dari impian yang selama ini membayangi mereka.

Sementara itu, Inter Milan menempuh jalan berdarah dan berliku. Melawan Barcelona di semifinal, mereka bertahan, menyerang, jatuh, dan bangkit. Skor agregat 7-6 setelah perpanjangan waktu adalah bukti kekuatan mental mereka. Di Serie A, mereka memang tak jadi juara — namun dalam Liga Champions, Inter menunjukkan sesuatu yang tak bisa dibeli: keberanian dan kepercayaan yang tak goyah.

PSG (Luis Enrique) Inter Milan (Simone Inzaghi)
Menyerang, cepat, penuh kreativitas Disiplin, terstruktur, transisi tajam
Trio Dembélé-Barcola-Doué jadi motor utama Lini belakang baja: Pavard-Acerbi-Bastoni
Menekan, mendominasi bola Minim bola, maksimal peluang

 

PSG mengandalkan serangan cepat dan kreativitas lini depan, meski musim ini harus beradaptasi tanpa Kylian Mbappé yang hijrah ke Real Madrid. Ousmane Dembélé menjadi tumpuan utama, didukung Barcola dan Doué. Di bawah mistar, Gianluigi Donnarumma siap menjadi tembok terakhir

Inter Milan tampil dengan kekuatan penuh, tanpa kendala cedera. Trio bek Pavard, Acerbi, dan Bastoni menjadi fondasi pertahanan, sementara Lautaro Martínez dan Marcus Thuram diandalkan di depan. Inter dikenal sangat berbahaya dalam situasi bola mati, dengan 21% gol Serie A mereka musim ini berasal dari set-piece, mengincar kelemahan PSG yang kerap kebobolan dari skema serupa.

Statistik: Di Balik Angka, Ada Cerita

  • PSG difavoritkan menang oleh bursa taruhan dengan peluang 61,9%.
  • Inter Milan mencatat 8 clean sheet dari 14 laga Liga Champions — paling banyak dari semua peserta musim ini.
  • Keduanya pernah kalah di final dalam lima tahun terakhir — PSG tahun 2020, Inter tahun 2023. Luka itu belum sembuh. Malam ini bisa jadi obatnya — atau menambah perihnya.

Lebih Dari Sekadar Trofi

Bagi PSG, ini lebih dari sekadar pertandingan. Ini adalah misi warisan. Sejak revolusi besar-besaran klub dimulai lebih dari satu dekade lalu, gelar Liga Champions selalu menjadi takhta yang belum terjamah. Tahun 2020, mereka nyaris menyentuhnya, namun pupus di tangan Bayern.

Inter Milan bukan pendatang baru. Tiga trofi Liga Champions telah mereka menangkan, yang terakhir di tahun 2010 bersama Jose Mourinho. Tapi generasi ini, generasi Lautaro dan Barella, ingin menciptakan kejayaan mereka sendiri — bukan hidup dari bayang-bayang masa lalu.