27.06.2025
Reading time: 3 min

Game itu bukan yang utama di Piala Dunia Antarklub FIFA. Dan begini alasannya

Game itu bukan yang utama di Piala Dunia Antarklub FIFA. Dan begini alasannya

Piala Dunia Antarklub bukan cuma ajang pertandingan, tapi juga semacam pasar transfer besar. Klub-klub bisa mengecek apakah pemain yang mereka beli benar-benar layak, atau mencari incaran baru.

Messi menunjukkan bahwa dia layak digaji mahal

Misalnya, Lionel Messi di Miami. Gaji 12 juta USD setahun bukan angka kecil—dan kita bisa lihat apa dia benar-benar memberi hasil. Meski tim menurun dari segi kecepatan, kualitasnya masih ada: Inter Miami masuk playoff—itu sudah jadi bukti.

Sergio Ramos pun nggak mau kalah di Monterrey dengan gaji 4 juta euro. Jadi jelas, ini bukan bulan madu atau jalan-jalan — ada tekanan, ada tuntutan.

“Rumah pensiun” elit bagi pemain Eropa?

Musim sudah usai, tapi secara teknis turnamen ini masih bagian dari musim 2024/25. Itu sebabnya kita melihat pemain yang baru pensiun cuma beberapa minggu lalu—seperti Luka Modrić, Thomas Müller, dan Ángel Di María—tiba-tiba kembali ke lapangan.

Lucu banget nonton mereka adaptasi sama pemain baru di klub yang mungkin tidak akan mereka bela lagi.

Tapi apakah kehadiran mereka justru ganggu fokus pelatih? Di María main bagus buat Benfica, padahal musim depan dia bakal di Rosario Central. Xabi Alonso harus persiapkan Real Madrid untuk masa depan, bukan masa lalu. Modrić pun sama—bisa pensiun atau pindah ke Milan musim depan. Untuk pelatih sistematik macam Alonso, satu slot saja bisa berarti banyak.

Kenapa nggak ada pemain Indonesia?

Karena alokasi tempat dari Asia terbatas—hanya Al-Hilal, Urawa Red Diamonds, dan Ulsan HD yang kebagian. Bahkan Al-Sadd yang punya Ronaldo saja nggak lolos. Klub-klub ini jauh lebih terkenal di luar negaranya dibanding klub Indonesia. Apalagi tim besar macam Liverpool atau Barcelona saja nggak ambil bagian.

Kalau timnas Indonesia bersama Patrick Kluivert bikin gebrakan besar, mungkin FIFA bakal mulai melirik klub-klub Indonesia menjelang 2029.

Kalau menebak siapa yang berpotensi menyedot perhatian? Mungkin Jay Idzes dari Venezia—seandainya mereka bermain bagus, klub seperti Al-Hilal bisa kepincut. Atau pemain seperti Julio Cesar dari Persib, yang baru saja gabung juara liga, bisa jadi incaran menarik.

Apakah klub-klub benar beli pemain berkualitas?

Beberapa nama baru dari Real Madrid dan Inter tampil variatif. Trent Alexander-Arnold tetap konsisten—menyerang bagus, tapi pertahanan lemah. Xabi Alonso sampai mengganti dia di menit 75 lawan Pachuca. Sementara pemain muda seperti Dean Huijsen sepertinya siap berkembang jadi pemain utama Madrid.

Di Inter Milan, orang mulai lihat potensi Sebastiano Esposito dan Petar Sučić. Sayang kita nggak bisa lihat Florian Wirtz di turnamen ini—Liverpool-lah yang akhirnya beli dia seharga 125 juta euro. Jadi dia sibuk persiapkan Premier League, bukan jet lag di Amerika.

Oh ya, klub-klub juga bawa pelatih baru: Xabi Alonso (Real Madrid), Cristian Chivu (Inter), dan Simone Inzaghi (Al-Hilal). Ada kemungkinan pemain-pemain Inter ingin tampil bagus supaya dapat kontrak di Arab Saudi, tempat Inzaghi sekarang melatih.

Peluang emas bagi klub Amerika Selatan

Tim dari Amerika Selatan—terutama Brazil—kelihatan lebih ngotot dibanding klub Eropa. Bukan cuma soal haus gelar, tapi juga ajang unjuk diri demi transfer bernilai tinggi. Igor Jesus dari Botafogo, misalnya, ingin buktikan bahwa kembali dari Al-Shabab ke Brazil adalah pilihan tepat dan layak kembali ke Eropa. Demikian juga para pemain dari Flamengo, Palmeiras, dan Fluminense.

Tidak cuma mereka—klub seperti Al-Ahly (Mesir) dan Mamelodi Sundowns (Afrika Selatan) juga tampil cukup menonjol. Bisa jadi mereka dapat tawaran dari klub-klub Eropa kelas menengah.

Apa tujuan sebenarnya semua ini?

Sederhana: uang. Hadiah 1 miliar euro buat juara memang besar, tapi yang lebih menarik adalah peluang kontrak besar yang bisa didapat pemain.

Jadi, uang dulu — baru setelah itu gelar, trofi, dan segala kehormatan lainnya.