13.08.2025
Waktu membaca: 4 min

Bursa Transfer 2025: Klub Top Mulai Irit, tapi Tetap Jor-joran

Bursa Transfer 2025: Klub Top Mulai Irit, tapi Tetap Jor-joran

Era transfer sepak bola penuh kejutan tampaknya mulai bergeser. Jika pada 2010 kepindahan Karim Benzema dari Lyon ke Real Madrid senilai €35 juta saja sudah menggemparkan, kini angka tersebut terasa biasa. Musim panas 2025 menunjukkan tren baru: klub-klub besar tetap mengeluarkan dana besar, namun caranya jauh lebih terukur dibanding era sebelumnya.

Liverpool: Belanja Besar ala Persib, Tepat Sasaran dan Sesuai Kebutuhan

Liverpool di bawah Arne Slot menggelontorkan dana besar, namun setiap rekrutan dipilih untuk menutup kebutuhan spesifik di tim.

Florian Wirtz didatangkan dari Bayer Leverkusen dengan nilai sekitar £100–116,5 juta, Hugo Ekitike dari Paris Saint-Germain seharga £69–79 juta, dan Jeremie Frimpong dari Bayer Leverkusen senilai £29,5 juta.

Strategi ini mirip dengan cara Persib Bandung belanja pemain asing di Liga 1: bukan asal bawa bintang Eropa, tapi mencari pemain yang pas dengan taktik dan karakter tim, seperti saat Maung Bandung merekrut Ciro Alves atau David da Silva untuk mengisi posisi yang benar-benar dibutuhkan. Liverpool tidak asal borong semua yang ada di etalase pasar, melainkan datang dengan daftar belanja yang jelas. Hasilnya, setiap transfer punya alasan kuat dan potensi kontribusi langsung di lapangan.

Manchester City: Dari Raja Minyak” ke Juragan Saham

Manchester City mengubah strategi belanja pemain di bursa transfer musim panas 2025. Kalau dulu mereka seperti klub yang tinggal “angkat telepon” untuk mendapatkan pemain, kini City lebih mirip investor cerdas yang membeli saham saat harga miring. Tiga rekrutan anyar menjadi buktinya. Gelandang Belanda, Tijjani Reijnders, resmi didatangkan dari AC Milan dengan biaya awal sekitar €55 juta yang bisa naik hingga €70 juta lewat klausul tambahan. Bek kiri Wolves, Rayan Aït-Nouri, diboyong seharga £31 juta plus bonus performa hingga £5 juta. Sementara winger muda Lyon, Rayan Cherki, bergabung dengan nilai awal €36 juta ditambah potensi €6 juta. Pola belanja ini mengingatkan pada strategi beberapa klub Liga 1 seperti Persib Bandung, yang belanja pemain dengan perhitungan matang untuk jangka panjang, bukan sekadar mengejar nama besar. City tampaknya sedang membangun tim masa depan sambil menjaga keseimbangan neraca keuangan, sebuah pendekatan yang jarang terlihat dari “Raja Minyak” beberapa tahun lalu.

La Liga: Mau, Tapi Dompet Tipis

Barcelona masih berjalan di atas tali tipis finansial—sudah mendapat figur baru seperti kiper utama Espanyol, Joan García, seharga sekitar €25 juta. Mereka juga merekrut Marcus Rashford dari Manchester United dengan skema pinjaman; opsi beli di akhir masa pinjam dipatok sekitar €30 juta, sementara Rashford bersedia menerima potongan gaji sekitar 15% agar transfer bisa masuk dalam batas anggaran klub. Semua dilakukan dengan sangat berhati-hati, karena klub masih terbentur aturan Financial Fair Play dan prosedur registrasi yang rumit.

Di sisi lain, Real Madrid tampak lebih agresif dalam membangun tim masa depan.

Mereka sukses mengamankan tanda tangan bek muda potensial Dean Huijsen dari Bournemouth senilai £50 juta, sesuai klausul pelepasannya, dan kontrak dijalin jangka panjang hingga tahun 2030.

Arab Saudi: Dari Sultan Jadi Lebih Santun, Tapi Sekarang Beli Pakai Hitungan

Arab Saudi pernah menjadi sorotan dunia karena gaya belanja yang seperti Sultan datang ke pasar: mendatangkan pemain top sekaligus dalam sekali angkut. Namun, musim panas 2025 menunjukkan perubahan pendekatan yang lebih elegan. Ambil kasus Mateo Retegui—penyerang Italia-Argentina dari Atalanta—yang resmi pindah ke Al-Qadsiah dengan biaya sekitar €65 juta ditambah bonus, menjadikannya pemain Italia termahal dalam sejarah transfer Di sisi lain, Theo Hernandez resmi merapat ke Al-Hilal dengan harga sekitar €25 juta, sebagai bagian dari kontrak tiga tahun Sedangkan João Félix bergabung dengan Al-Nassr dari Chelsea dalam kesepakatan senilai €30 juta awal, yang bisa mencapai €50 juta jika menyertakan add-ons

Indonesia: Stabil, Nggak Banyak Gaya

Bursa transfer Liga 1 2025 terasa adem ayem jika dibandingkan dengan hingar-bingar Eropa atau Arab Saudi. Transfer termahal musim panas ini hanya terjadi saat Maxwell asal Brasil merapat ke Persija Jakarta dengan banderol sekitar €300 ribu. Selebihnya? Mayoritas klub memilih jalur hemat lewat bebas transfer. Persib Bandung, misalnya, cenderung mengikuti pola belanja yang konsisten: mengandalkan rekrutmen tepat guna, tanpa boros, tapi efektif untuk menjaga stabilitas tim. Arema FC dan Persebaya Surabaya juga mengambil langkah serupa—merekrut pemain yang memang dibutuhkan, bukan sekadar nama besar. Inilah ciri khas Liga 1: manuver realistis, memaksimalkan potensi lokal, dan tetap berusaha kompetitif di tengah keterbatasan anggaran.

Kenapa Sekarang Lebih Kalem?

  • Financial Fair Play — meski kadang bisa diakali (halo PSG & Neymar), tetap jadi rem darurat.
  • Ekonomi Global — Eropa masih sembuh dari pandemi, plus efek perang di Ukraina. Irit jadi gaya hidup.
  • Akal Sehat — kalau harga pemain terus gila-gilaan, pasar bisa pecah. Striker biasa bisa seharga setengah provinsi Jawa Tengah. Dan kalau pecah, semua kena imbas.
  • Bahkan klub yang “uangnya nggak habis-habis” sekarang mikir dua kali sebelum belanja.